Major (Alm) Anang Alibasyah
(Ayahanda dari Sensei Sofyan Hambally)
Mengenal Kushin Ryu dari sang ayah, Mayor (alm) Anang Alibasyah. Setelah satu tahun Kushin Ryu berkembang di Bandung pada tahun 1966, Sofyan remaja akhirnya memutuskan untuk bergabung latihan di jalan Emong No 11 Bandung, di bawah pelatih Sensei Sinya Matsuzaki. Sofyan lantas masuk menjadi anggota PASUS (Pasukan Khusus) yaitu anggota khusus yang digembleng sebagai calon pelatih dalam pengembangan Kushin Ryu di Indonesia. Anggota ini memang dilatih dengan pola dan aturan yang sangat ketat. Latihan dilaksanakan setiap hari, dari pukul 18.00 hingga 21.00 wib. Terlambat datang ke tempat latihan, berarti hukuman siap menanti dari sang guru. Selama latihan, anggota ini tidak diperkenankan minum tanpa terkecuali. Setiap anggota juga tidak dibenarkan berambut gondrong. Alhasil, rambut para anggota Pasus wajib di plontos.
Gembelangan dari sang ayah dan Matsuzaki kala itu, rupanya menghantarkan Sofyan muda sebagai karateka terbaik saat itu. Pada Turnamen KKI yang dilaksanakan pertama kalinya di GOR Saparua Bandung, tahun 1969, Sofyan berhasil menyabet JUARA BEST of the BEST kelas bebas. Turnament ini disebut-sebut sebagai Kejuaran Karate pertamakalinya di Tanah Air. Aturan pertandingan memang tidak mengenal kelas dan kelompok umur. Siapa pun diperbolehkan bertanding asalkan memiliki kemampuan teknik dan keberanian yang memadai. Karena baru pertama kali digelar, aturan yang digunakan pun belumlah seketat sekarang.
Bersama sang ayah, Sofyan melebarkan pembinaan karate ke sejumlah instansi militer, perusahaan dan lingkungan mahasiswa dan pelajar. Sofyan dikenal sebagai pelatih bertangan dingin. Berbekal pengalaman dan gemblengan langsung Matsuzaki dan sang ayah, Alibasyah, Sofyan mampu menghasilkan karateka-karateka tangguh yang berhasil menancapkan namanya di tingkat nasional hingga dunia. Dari tangannya telah lahir atlet-atlet nasional, seperti Aam Hidayat (Sekarang menjabat Ketua Dewan Guru KKI Jawa Barat), Cucun Mulyana, Aat Tezamahlia, (Tim PON Jawa Barat 1993), Mayor (AL) Siti Mulyaningrum atau lebih dikenal dengan nama Inge (Tim Indonesia di Kejuaran Ladies Cup di Jepang 1994), Eko Hendrawan (Juara Best Of The Best Piala Rudini 1994 – Sekarang Piala Mendagri), Dang Alan (Tim Indonesia ASEAN Games), Dodi Hermawan (Tim Pelatnas), Arifin Alif (Juara I kata perorangan Putra di 1st Asia Goju ryu Karate-do Open Championship, 15-16 juli 2006 di Ipoh, Perak, Malaysia. Dang Aten, Tiwi (Tim Karateka Yunior Jabar untuk Piala Mendagri) hingga Hj. Lia Nurlianty, yang pernah mencatatkan dirinya sebagai Juara 3 dunia Kelas Kumite di Kejuaraan Karate di Manila, Filipina tahun 1997.
Kepada anak-anak didiknya, Sofyan menerapkan pola pembinaan yang menyeluruh. Artinya, para siswanya tidak hanya dibina sekedar mempelajari karate untuk prestasi tapi juga menitikberatkan karate sebagai beladiri yang sesungguhnya. Lewat teknik Kushin Ryu Ju-Jitsu, para siswanya dibekali teknik-teknik beladiri yang mematikan. “Anda boleh saja juara saat ini, tapi jika anda sudah tak lagi memiliki kekuatan itu, lalu apa yang masih tersisa dari anda untuk bisa mempertahankan diri? Apakah sekedar berharap mendapat pertolongan wasit?” begitu pesan yang kerap disampaikan Sofyan kepada para siswanya.
Oleh siswanya, Sofyan dikenal sebagai sosok yang tegas, disiplin dan punya prinsip. Beliau lah yang paling bersuara lantang ketika terjadi kecurangan yang dilakukan oknum PB Forki saat anak didiknya, Lia Nurlianty dijegal saat TC Tim Nasional di Cijantung, Jakarta. Protes kerasnya, akhirnya membuat Luhut Panjaitan, Ketua PB Forki meminta maaf secara terbuka di media massa berkait adanya kecurangan tersebut.
Sikap tegas lainnya ia tunjukan dengan melayangkan pengunduran dirinya sesaat setelah didaulat kembali menjadi Ketua Dewan Guru PP KKI. Alasan, pengunduran diri tersebut lebih terkait karena tidak adanya intervensi yang berlebihan terhadap kewenangan Ketua Dewan Guru.
Jabatan ternyata buat Sofyan bukan segala-galanya. Sebagai guru, ia kini lebih banyak memfokuskan diri untuk menyebarkan ilmu beladiri demi kemaslahatan orang banyak. Hal tersebut dibuktikannya, dengan memberikan Pelatihan Beladiri Praktis kepada Perempuan secara cuma-cuma alias gratis. Menurutnya, kegiatan ini menjadi semacam bentuk pertanggungjawaban sosial Kushin Ryu kepada masyarakat, terutama perempuan yang kerap menjadi korban tindakan kekerasan. (Eko Hendrawan & Yandi WR – KKI Kopo)
Gembelangan dari sang ayah dan Matsuzaki kala itu, rupanya menghantarkan Sofyan muda sebagai karateka terbaik saat itu. Pada Turnamen KKI yang dilaksanakan pertama kalinya di GOR Saparua Bandung, tahun 1969, Sofyan berhasil menyabet JUARA BEST of the BEST kelas bebas. Turnament ini disebut-sebut sebagai Kejuaran Karate pertamakalinya di Tanah Air. Aturan pertandingan memang tidak mengenal kelas dan kelompok umur. Siapa pun diperbolehkan bertanding asalkan memiliki kemampuan teknik dan keberanian yang memadai. Karena baru pertama kali digelar, aturan yang digunakan pun belumlah seketat sekarang.
Bersama sang ayah, Sofyan melebarkan pembinaan karate ke sejumlah instansi militer, perusahaan dan lingkungan mahasiswa dan pelajar. Sofyan dikenal sebagai pelatih bertangan dingin. Berbekal pengalaman dan gemblengan langsung Matsuzaki dan sang ayah, Alibasyah, Sofyan mampu menghasilkan karateka-karateka tangguh yang berhasil menancapkan namanya di tingkat nasional hingga dunia. Dari tangannya telah lahir atlet-atlet nasional, seperti Aam Hidayat (Sekarang menjabat Ketua Dewan Guru KKI Jawa Barat), Cucun Mulyana, Aat Tezamahlia, (Tim PON Jawa Barat 1993), Mayor (AL) Siti Mulyaningrum atau lebih dikenal dengan nama Inge (Tim Indonesia di Kejuaran Ladies Cup di Jepang 1994), Eko Hendrawan (Juara Best Of The Best Piala Rudini 1994 – Sekarang Piala Mendagri), Dang Alan (Tim Indonesia ASEAN Games), Dodi Hermawan (Tim Pelatnas), Arifin Alif (Juara I kata perorangan Putra di 1st Asia Goju ryu Karate-do Open Championship, 15-16 juli 2006 di Ipoh, Perak, Malaysia. Dang Aten, Tiwi (Tim Karateka Yunior Jabar untuk Piala Mendagri) hingga Hj. Lia Nurlianty, yang pernah mencatatkan dirinya sebagai Juara 3 dunia Kelas Kumite di Kejuaraan Karate di Manila, Filipina tahun 1997.
Kepada anak-anak didiknya, Sofyan menerapkan pola pembinaan yang menyeluruh. Artinya, para siswanya tidak hanya dibina sekedar mempelajari karate untuk prestasi tapi juga menitikberatkan karate sebagai beladiri yang sesungguhnya. Lewat teknik Kushin Ryu Ju-Jitsu, para siswanya dibekali teknik-teknik beladiri yang mematikan. “Anda boleh saja juara saat ini, tapi jika anda sudah tak lagi memiliki kekuatan itu, lalu apa yang masih tersisa dari anda untuk bisa mempertahankan diri? Apakah sekedar berharap mendapat pertolongan wasit?” begitu pesan yang kerap disampaikan Sofyan kepada para siswanya.
Oleh siswanya, Sofyan dikenal sebagai sosok yang tegas, disiplin dan punya prinsip. Beliau lah yang paling bersuara lantang ketika terjadi kecurangan yang dilakukan oknum PB Forki saat anak didiknya, Lia Nurlianty dijegal saat TC Tim Nasional di Cijantung, Jakarta. Protes kerasnya, akhirnya membuat Luhut Panjaitan, Ketua PB Forki meminta maaf secara terbuka di media massa berkait adanya kecurangan tersebut.
Sikap tegas lainnya ia tunjukan dengan melayangkan pengunduran dirinya sesaat setelah didaulat kembali menjadi Ketua Dewan Guru PP KKI. Alasan, pengunduran diri tersebut lebih terkait karena tidak adanya intervensi yang berlebihan terhadap kewenangan Ketua Dewan Guru.
Jabatan ternyata buat Sofyan bukan segala-galanya. Sebagai guru, ia kini lebih banyak memfokuskan diri untuk menyebarkan ilmu beladiri demi kemaslahatan orang banyak. Hal tersebut dibuktikannya, dengan memberikan Pelatihan Beladiri Praktis kepada Perempuan secara cuma-cuma alias gratis. Menurutnya, kegiatan ini menjadi semacam bentuk pertanggungjawaban sosial Kushin Ryu kepada masyarakat, terutama perempuan yang kerap menjadi korban tindakan kekerasan. (Eko Hendrawan & Yandi WR – KKI Kopo)